Sabtu, 11 Januari 2014

ANEMIA PADA IBU HAMIL

Posted by Junaidi 19.14, under | No comments

Ibu hamil merupakan salah satu kelompok penderita anemia. Angka anemia ibu hamil tetap saja masih tinggi meskipun sudah dilakukan pemeriksaan kehamilan dan pelayanan kesehatan. Berdasarkan data SKRT tahun 1995 dan 2001, anemia pada ibu hamil sempat mengalami penurunan dari 50,9% menjadi 40,1% (Amiruddin, 2007).

Angka kejadian anemia di Indonesia semakin tinggi dikarenakan penanganan anemia dilakukan ketika ibu hamil bukan dimulai sebelum kehamilan. Berdasarkan profil kesehatan tahun 2010 didapatkan data bahwa cakupan pelayanan K4 meningkat dari 80,26% (tahun 2007) menjadi 86,04% (tahun 2008), namun cakupan pemberian tablet Fe kepada ibu hamil menurun dari 66,03% (tahun 2007) menjadi 48,14% (tahun 2008) (Depkes, 2008).

Menurut WHO (1972), anemia pada kehamilan terjadi jika kadar hemoglobin kurang dari 11 mg/dL (Basu,2010). Sedangkan menurut CDC (1998), anemia terjadi pada ibu hamil trimester 1 dan 3 jika kadar hemoglobin kurang dari 11 mg/dL sedangkan pada ibu hamil trimester 2 jika kadar Hb kurang dari 10,5 mg/dL (Lee,2004).

Anemia adalah kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk sintesis eritrosit, terutama besi, vitamin B12, asam folat. Selebihnya merupakan akibat dari berbagai kondisi seperti pendarahan, kelainan genetik penyakit kronik atau keracunan. Pada kehamilan, tubuh kekurangan beberapa zat gizi maka akan terjadi anemia (Hoffbrand, 2005). Anemia sebagai akibat kekurangan gizi disebut anemia gizi, yang sebagian besar disebabkan kekurangan besi yang lazim disebut anemia gizi besi (Narins, 1992).

Berdasarkan klasifikasi dari WHO kadar hemoglobin pada ibu hamil dapat di bagi menjadi 4 kategori yaitu ; Hb > 11 gr%Tidak anemia (normal), Hb 9-10 gr% Anemia ringan, Hb 7-8 gr% Anemia sedang dan Hb <7 gr% Anemia berat.

kehamilan menyebabkan terjadinya peningkatan volume plasma sekitar 30%, eritrosit meningkat sebesar 18% dan hemoglobin bertambah 19%. Peningkatan tersebut terjadi mulai minggu ke-10 kehamilan. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa bertambahnya volume plasma lebih besar daripada sel darah  pertengahan kehamilan dan meningkat kembali pada akhir kehamilan.(Hoffbrand, 2005)

Pengenceran darah (hemodilusi) pada ibu hamil sering terjadi dengan peningkatan volume plasma 30%-40%, peningkatan sel darah 18%-30% dan hemoglobin 19%. Secara fisiologis hemodilusi untuk membantu meringankan kerja jantung.

Hemodulusi terjadi sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya pada kehamilan 32-36 minggu. Bila hemoglobin ibu sebelum hamil berkisar 11 gr% maka dengan terjadinya hemodilusi akan mengakibatkan anemia hamil fisiologis dan Hb ibu akan menjadi 9,5-10 gr%.

Saat hamil diperlukan hingga 600 mg besi untuk meningkatkan massa eritrosit dan 300 mg lagi untuk janin. Walaupun absorpsi meningkat hanya sedikit wanita yang terhindar dari kekurangan cadangan besi yang parah pada akhir kehamilan.(Hoffbrand, 2005)

Kehamilan merupakan kondisi yang banyak menghabiskan cadangan besi pada wanita usia subur, pada tiap kehamilan seorang ibu kehilangan rata-rata 680 mg besi, jumlah ini ekuivalen dengan 1300 ml darah (Bothwell, 2000). Di daerah katulistiwa besi lebih banyak keluar melalui keringat, sedangkan masuknya besi yang dianjurkan setiap harinya untuk wanita hamil 17 mg. untuk memenuhi kebutuhan meningkatnya volume darah selama kehamilan, ibu hamil membutuhkan tambahan 450 mg besi (Wiknyosastro, 1999).

Pada awal kehamilan ferritin serum mengalami kenaikan ringan. Hal ini dimungkinkan karena turunnya aktivitas eritropoetik sehingga besi dialihkan ke cadangan. Tetapi setelah itu konsentrasi ferritin serum turun sampai 50% pada pertengahan kehamilan. Hal ini mencerminkan adanya hemodilusi dan mobilisasi besi dari tempat cadangan untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat akibat kehamilan (Yetti, 2002). Ibu hamil dan bayi yang sedang tumbuh termasuk yang paling rentan menderita defisiensi besi serta harus menyerap zat besi lebih banyak dari pada yang hilang dari tubuh (Litwin, 1998).

Selain besi, kebutuhan folat meningkat sekitar dua kali lipat pada kehamilan dan kadar folat serum turun sampai sekitar separuh kisaran normal dengan penurunan yang kurang dramatis dalam folat eritrosit (Hooffbrand, 2005).

Wintrobe mengemukakan bahwa manifestasi klinis dari anemia defisiensi besi sangat bervariasi, bisa hampir tanpa gejala, bisa juga gejala-gejala penyakit dasarnya yang menonjol, ataupun bisa ditemukan gejala anemia bersama-sama dengan gejala penyakit dasarnya. Gejala-gejala dapat berupa kepala pusing, palpitasi, berkunang-kunang, perubahan jaringan epitel kuku, gangguan sistem neurumuskular, lesu, lemah, lelah, disphagia dan pembesaran kelenjar limpa. Pada umumnya sudah disepakati bahwa bila kadar hemoglobin < 7 gr/dl maka gejala-gejala dan tanda-tanda anemia akan jelas (Helen, 2002).

Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Di samping itu, perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah. Dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan abortus, partus imatur/prematur), gangguan proses persalinan (inertia, atonia, partus lama, perdarahan atonis), gangguan pada masa nifas (subinvolusi rahim, daya tahan terhadap infeksi dan stress kurang, produksi ASI rendah), dan gangguan pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian peri¬natal, dan lain-lain) (Manuaba, 1998).


Pengobatan anemia biasanya dengan pemberian tambahan zat besi. Sebagian besar tablet zat besi mengandung ferosulfat, besi glukonat atau suatu polisakarida. Tablet besi akan diserap dengan maksimal jika diminum 30 menit sebelum makan. Biasanya cukup diberikan 1 tablet/hari, kadang diperlukan 2 tablet. Kemampuan usus untuk menyerap zat besi adalah terbatas, karena itu pemberian zat besi dalam dosis yang lebih besar adalah sia-sia dan kemungkinan akan menyebabkan gangguan pencernaan dan sembelit. Zat besi hampir selalu menyebabkan tinja menjadi berwarna hitam, dan ini adalah efek samping yang normal dan tidak berbahaya (Arisman, 2010).

Anemia dapat dicegah dengan mengonsumsi makanan bergizi seimbang dengan asupan zat besi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Zat besi dapat diperoleh dengan cara mengonsumsi daging (terutama daging merah) seperti sapi. Zat besi juga dapat ditemukan pada sayuran berwarna hijau gelap seperti bayam dan kangkung, buncis, kacang polong, serta kacang-kacangan. Perlu diperhatikan bahwa zat besi yang terdapat pada daging lebih mudah diserap tubuh daripada zat besi pada sayuran atau pada makanan olahan seperti sereal yang diperkuat dengan zat besi. Anemia juga bisa dicegah dengan mengatur jarak kehamilan atau kelahiran bayi. Makin sering seorang wanita mengalami kehamilan dan melahirkan, akan makin banyak kehilangan zat besi dan menjadi makin anemis. Jika persediaan cadangan Fe minimal, maka setiap kehamilan akan menguras persediaan Fe tubuh dan akhirnya menimbulkan anemia pada kehamilan berikutnya. Oleh karena itu, perlu diupayakan agar jarak antar kehamilan tidak terlalu pendek, minimal lebih dari 2 tahun (Arisman,2010).

0 komentar:

Posting Komentar

bisnis paling gratis

Tags

Blog Archive