Sabtu, 11 Januari 2014

ZAT BESI PADA IBU HAMIL

Posted by Junaidi 19.28, under | No comments



Besi adalah salah satu unsure terbanyak dalam lapisan kulit bumi, tetapi defisiensi besi adalah penyebab anemia tersering, yang menngenai sekitar 500 juta orang diseluruh dunia. Hal ini terjadi karena tubuh mempunyai kemampuan yang terbatas untuk mengabsorpsi besi dan seringkali tubuh mengalami kehilangan besi yang berlebihan akibat pendarahan (Hoffbrand, 2005).

Besi merupakan unsur mikro (trace element) yang berperan penting dalam proses metabolisme tubuh. Besi berperan dalam tubuh pada proses respirasi seluler. Besi merupakan komponen hemoglobin, myoglobin,dan cytochrome, terdapat juga pada enzim katalase dan peroksidase. Didalam semua komponen tersebut besi sebagai porphyrin. Besi yang tersisa didalam tubuh berikatan dengan protein, sebagai protein penyimpan (ferritin dan hemosiderin) dan bentuk transport (transferin). Senyawa yang mengandung besi bagi tubuh berperan dalam: pengangkutan (carrier) O2 dan CO2, pembentukkan sel darah merah, sebagai katalisator pembentukkan betakaroten menjadi vitamin A, sintesis collagen, sintesis DNA, detoksifikasi zat racun pada hepar, transport elektron pada mitokondria, dan proliferasi dan aktivasi dari sel T, sel B dan sel NK (Sudarmadji, 1996).

Zat besi dalam tubuh manusia erat dengan ketersediaan jumlah darah yang diperlukan. Dalam tubuh manusia zat besi memiliki fungsi yang sangat penting, yaitu untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan dan mengangkut elektron di dalam proses pembentukan energi di dalam sel ( Garrow, 1993).

Besi terdapat dalam berbagai jaringan dalam tubuh berupa: (1) senyawa besi fungsional, yaitu besi yang membentuk senyawa yang berfungsi dalam tubuh; (2) besi cadangan, senyawa besi yang dipersiapkan bila masukan besi berkurang; (3) besi transport, besi yang berikatan dengan protein tertentu dalam fungsinya untuk mengangkut besi dari satu kompartemen ke kompartemen lain (Sudoyo, 2006).

Besi dalam makanan terdapat dua bentuk, yaitu besi heme dan besi non heme. Besi heme terdapat dalam makanan yang berasal dari hewan seperti dalam daging dan ikan. Tingkat absorpsinya tinggi, tidak dihambat oleh bahan penghambat sehingga mempunyai bioavailabilitas tinggi. Sedangkan besi non heme terdapat dalam sayuran, biji-bijian dan buah-buahan. Tingkat absorpsinya rendah rendah, dipengaruhi oleh bahan pemacu atau bahan penghambat sehingga bioavailabilitasnya rendah (Tranggana, 2009; Sudoyo, 2006).

Sebagian besar besi dalam diet (88%) berupa besi non heme dan terutama terdiri atas garam besi dan besi non heme dibebaskan dari ikatan organik di dalam lambung (Litwin, 1998).


Jumlah besi dalam kompartemen tubuh yaitu dalam bentuk transferin 3-4 mg, hemoglobin dalam sel darah merah 2500 mg, dalam bentuk mioglobin dan berbagai enzim 300 mg, disimpan dalam bentuk feritin dan dalam bentuk hemosiderin 1000 mg. Tidak ada jalur fisiologis untuk pengeluaran Fe dari tubuh, sehingga absorbsi diatur secara ketat melalui duodenum proksimal. Pada keadaan normal tubuh akan kehilangan 1 mg besi per hari dan akan digantikan melalui absorpsi (Sudarmadji, 1996)
Pertukaran besi dalam tubuh merupakan lingkaran tertutup yang diatur oleh besarnya besi yang diserap usus, sedangkan kehilangan besi fisiologis bersifat tetap. Besi yang diserap usus setiap hari berkisar antara 1-2 mg, ekskresi besi terjadi dalam jumlah yang sama melalui deskuamasi sel epitel usus. Besi dari usus dalam bentuk transferin akan bergabung dengan besi yang dimobilisasi dari makrofag dalam sumsum tulang sebesar 22 mg untuk dapat memenuhi kebutuhan eritropoiesis sebanyak 24 mg per hari. Eritrosit yang beredar secara efektif di sirkulasi membutuhkan 17 mg besi, sedangkan besi sebesar 7 mg akan dikembalikan di makrofag karena terjadinya eritropoiesis non efektif (hemolisis intramedular). Besi yang terdapat pada eritrosit yang beredar juga akan dikembalikan ke makrofag setelah mengalami proses penuaan, yaitu sebesar 17 mg (Setiabudy, 2011).

Transportasi dan penyimpanan besi terutama diperantarai oleh tiga protein – transferin, reseptor transferin dan feritin. Transferin mengangkut besi ke jaringan yang mempunyai reseptor transferin, khususnya eritroblas dalam sumsum tulang, yang menggabungkan besi menjadi hemoglobin. Sebagian besi disimpan dalam sel retikuloendotel sebagai feritin dan hemosiderin. Kadar feritin dan reseptor transferin (TfR) berkaitan dengan status besi sehingga kelebihan besi menyebabkan terjadinya peningkatan feritin jaringan dan penurunan TfR, sedangkan pada defisiensi besi feritin rendah dan TfR meningkat (Hoofbrand, 2005)

Tubuh mendapatkan masukan besi yang berasal dari makanan. Untuk memasukkan besi dari usus ke dalam tubuh diperlukan proses absorpsi. Absorpsi besi paling banyak terjadi pada bagian proksimal duodenum. Proses absorpsi besi dibagi menjadi 3 fase (Gropper, 2009) :

1.      Fase luminal besi pada makanan diolah di lambung lalu siap diserap di duodenum.
2.      Fase mukosal  proses penyerapan dalam mukosa usus yang merupakan proses aktif.
3.      Fase korporeal  meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi, utilisasi besi oleh sel-sel yang memerlukan, dan penyimpanan besi oleh tubuh.
Absorbsi besi akan meningkatkan bila dikomsumsi bersama dengan asam Askorbat (vitamin C ) yang banyak terdapat pada buah-buahan tertentu. Faktor penghambat absorbsi besi diantaranya adalah pytat, besi berikatan pada senyawa fenolik (kopi, teh, sayuran tertentu, bumbu tertentu), magnesium dan kalsium ( misalnya dalam susu dan keju).

Dalam diet sebagai besi heme (Fe3+) yang berasal dari hewani dan besi non heme (Fe2+) yang berasal dari nabati. Besi diabsorbsi dalam bentuk Fe2+, reduksi Fe3+ menjadi Fe2+ oleh enzim ferireduktase. Enterosit di duodenum proksimal berperan dalam absorbsi Fe. Besi diangkut dalam tubuh adalah dalam bentuk transferin. Konsentrasi Transferin dalam plasma sekitar 300 mg/dL.
Absorpsi besi dipengaruhi oleh 2 faktor utama :
Ø    Regulator kebutuhan besi (Hepcidin)
Hepsidin merupakan pengatur besi dalam tubuh, di mana molekul ini akan meningkat saat terjadi inflamasi melalui pelepasan IL-6 dari makrofag. Adanya hepsidin menyebabkan menurunnya pelepasan besi dari makrofag. Hepsidin pada enterosit dapat menghambat kerja ferroportin, sehingga absorbsi besi untuk dibawa ke hati berkurang (Setyabudy, 2011)

Ø  Regulator Hematopoesis
Kalau ada hipoksia jaringan yang akan dimonitor oleh ginjal. Sebagai respons ginjal akan mengeluarkan hormon eritropoetin untuk merangsang eritropoesis dalam sumsum tulang. Regulator ini lebih penting dari regulator pentimpanan, namun demikian regulator penyimpanan memegang peran yang cukup penting dalam mgatur kebutuhan besi yang meningkat dan dalam mencegah kelebihan besi (Tranggana, 2009)

0 komentar:

Posting Komentar

bisnis paling gratis

Tags

Blog Archive